Yang Hilang

Tersenyumlah saat kau mengingatku, karena saat itu aku sangat merindukanmu, dan menangislah saat kau merindukanku, karena saat itu aku tak berada di sampingmu, tetapi pejamkanlah mata indahmu itu, karena saat itu aku akan terasa ada di dekatmu, karena aku telah berada di hatimu untuk selamanya.
Tak ada yang tersisa lagi untukku, selain kenangan-kenangan indah bersamamu, mata indah yang dengannya aku biasa melhat keindahan cinta, mata indah yang dahulu adalah milikku, kini semuanya terasa jauh meninggalkanku, kehidupan terasa kosong tanpa keindahanmu, hati, cinta, dan rinduku adalah milikmu,
cintamu takan pernah membebaskanku, bagaimana mungkin aku terbang mencari cinta yang lain, semua sayap-sayap ku telah patah karenamu, cintamu akan tetap tinggal bersamaku hingga akhir hayatku, dan setelah kematian hingga tangan Tuhan menyatukan kita lagi, betapapun hati telah terpikat pada sosok terang dalam kegelapan yang telah menghidupkan sinar untukku, namun tak dapat menyinari, dan menghangatkan perasaanku yang sesungguhnya aku tidak pernah menemukan cinta yang lain selain cintamu, karena mereka tak tertandingi oleh sosok dirimu dalam jiwaku, kau kan tetap terang di hati bagai pecahan logam yang mengekalkan kesunyian, kesendirian, dan kesedihan, kini aku telah kehilanganmu.



Kisah Cinta Sejati

Kisah Cinta Sejati : Pantas Untuk Jadi Pelajaran Hidup

Alkisah, seorang kepala suku Bani Umar di Jazirah Arab memiIiki segala macam yang diinginkan orang, kecuali satu hal bahwa ia tak punya seorang anakpun. Tabib-tabib di desa itu menganjurkan berbagai macam ramuan dan obat, tetapi tidak berhasil. Ketika semua usaha tampak tak berhasil, istrinya menyarankan agar mereka berdua bersujud di hadapan Tuhan dan dengan tulus memohon kepada Allah swt memberikan anugerah kepada mereka berdua. “Mengapa tidak?” jawab sang kepala suku. “Kita telah mencoba berbagai macam cara. Mari, kita coba sekali lagi, tak ada ruginya.”

Mereka pun bersujud kepada Tuhan, sambil berurai air mata dari relung hati mereka yang terluka. “Wahai Segala Kekasih, jangan biarkan pohon kami tak berbuah. Izinkan kami merasakan manisnya menimang anak dalam pelukan kami. Anugerahkan kepada kami tanggung jawab untuk membesarkan seorang manusia yang baik. Berikan kesempatan kepada kami untuk membuat-Mu bangga akan anak kami.”

Tak lama kemudian, doa mereka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qais. Sang ayah sangat berbahagia, sebab Qais dicintai oleh semua orang. Ia tampan, bermata besar, dan berambut hitam, yang menjadi pusat perhatian dan kekaguman. Sejak awal, Qais telahmemperlihatkan kecerdasan dan kemampuan fisik istimewa. Ia punya bakat luar biasa dalam mempelajari seni berperang dan memainkan musik, menggubah syair dan melukis.

Ketika sudah cukup umur untuk masuk sekolah, ayahnya memutuskan membangun sebuah sekolah yang indah dengan guru-guru terbaik di Arab yang mengajar di sana , dan hanya beberapa anak saja yang belajar di situ. Anak-anak lelaki dan perempuan dan keluarga terpandang di seluruh jazirah Arab belajar di sekolah baru ini.

Di antara mereka ada seorang anak perempuan dari kepala suku tetangga. Seorang gadis bermata indah, yang memiliki kecantikan luar biasa. Rambut dan matanya sehitam malam; karena alasan inilah mereka menyebutnya Laila-”Sang Malam”. Meski ia baru berusia dua belas tahun, sudah banyak pria melamarnya untuk dinikahi, sebab-sebagaimana lazimnya kebiasaan di zaman itu, gadis-gadis sering dilamar pada usia yang masih sangat muda, yakni sembilan tahun.

Laila dan Qais adalah teman sekelas. Sejak hari pertama masuk sekolah, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan berlalunya waktu, percikan ketertarikan ini makin lama menjadi api cinta yang membara. Bagi mereka berdua, sekolah bukan lagi tempat belajar. Kini, sekolah menjadi tempat mereka saling bertemu. Ketika guru sedang mengajar, mereka saling berpandangan. Ketika tiba
waktunya menulis pelajaran, mereka justru saling menulis namanya di atas kertas. Bagi mereka berdua, tak ada teman atau kesenangan lainnya. Dunia kini hanyalah milik Qais dan Laila.

Mereka buta dan tuli pada yang lainnya. Sedikit demi sedikit, orang-orang mulai mengetahui cinta mereka, dan gunjingan-gunjingan pun mulai terdengar. Di zaman itu, tidaklah pantas seorang gadis dikenal sebagai sasaran cinta seseorang dan sudah pasti mereka tidak akan menanggapinya. Ketika orang-tua Laila mendengar bisik-bisik tentang anak gadis mereka, mereka pun melarangnya pergi ke sekolah. Mereka tak sanggup lagi menahan beban malu pada masyarakat sekitar.

Ketika Laila tidak ada di ruang kelas, Qais menjadi sangat gelisah sehingga ia meninggalkan sekolah dan menyelusuri jalan-jalan untuk mencari kekasihnya dengan memanggil-manggil namanya. Ia menggubah syair untuknya dan membacakannya di jalan-jalan. Ia hanya berbicara tentang Laila dan tidak juga menjawab pertanyaan orang-orang kecuali bila mereka bertanya tentang Laila. Orang-orang pun tertawa dan berkata, ” Lihatlah Qais , ia sekarang telah menjadi seorang majnun, gila!”

Akhirnya, Qais dikenal dengan nama ini, yakni “Majnun”. Melihat orang-orang dan mendengarkan mereka berbicara membuat Majnun tidak tahan. Ia hanya ingin melihat dan berjumpa dengan Laila kekasihnya. Ia tahu bahwa Laila telah dipingit oleh orang tuanya di rumah, yang dengan bijaksana menyadari bahwa jika Laila dibiarkan bebas bepergian, ia pasti akan menjumpai Majnun. Majnun menemukan sebuah tempat di puncak bukit dekat desa Laila dan membangun sebuah gubuk untuk dirinya yang menghadap rumah Laila. Sepanjang hari Majnun
duduk-duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil berkelok yang mengalir ke bawah menuju desa itu. Ia berbicara kepada air, menghanyutkan dedaunan bunga liar, dan Majnun merasa yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan pesan cintanya kepada Laila. Ia menyapa burung-burung dan meminta mereka untuk terbang kepada Laila serta memberitahunya bahwa ia dekat.

Ia menghirup angin dari barat yang melewati desa Laila. Jika kebetulan ada seekor anjing tersesat yang berasal dari desa Laila, ia pun memberinya makan dan merawatnya, mencintainya seolah-olah anjing suci, menghormatinya dan menjaganya sampai tiba saatnya anjing itu pergi jika memang mau demikian. Segala sesuatu yang berasal dari tempat kekasihnya dikasihi dan disayangi sama seperti kekasihnya sendiri.

Bulan demi bulan berlalu dan Majnun tidak menemukan jejak Laila. Kerinduannya kepada Laila demikian besar sehingga ia merasa tidak bisa hidup sehari pun tanpa melihatnya kembali. Terkadang sahabat-sahabatnya di sekolah dulu datang mengunjunginya, tetapi ia berbicara kepada mereka hanya tentang Laila, tentang betapa ia sangat kehilangan dirinya.

Suatu hari, tiga anak laki-laki, sahabatnya yang datang mengunjunginya demikian terharu oleh penderitaan dan kepedihan Majnun sehingga mereka bertekad embantunya untuk berjumpa kembali dengan Laila. Rencana mereka sangat cerdik. Esoknya, mereka dan Majnun mendekati rumah Laila dengan menyamar sebagai wanita. Dengan mudah mereka melewati wanita-wanita pembantu dirumah Laila dan berhasil masuk ke pintu kamarnya.

Majnun masuk ke kamar, sementara yang lain berada di luar berjaga-jaga. Sejak ia berhenti masuk sekolah, Laila tidak melakukan apapun kecuali memikirkan Qais. Yang cukup mengherankan, setiap kali ia mendengar burung-burung berkicau dari jendela atau angin berhembus semilir, ia memejamkan.matanya sembari membayangkan bahwa ia mendengar suara Qais didalamnya. Ia akan mengambil dedaunan dan bunga yang dibawa oleh angin atau sungai dan tahu bahwa semuanya itu berasal dari Qais. Hanya saja, ia tak pernah berbicara kepada siapa pun, bahkan juga kepada sahabat-sahabat terbaiknya, tentang cintanya.

Pada hari ketika Majnun masuk ke kamar Laila, ia merasakan kehadiran dan kedatangannya. Ia mengenakan pakaian sutra yang sangat bagus dan indah. Rambutnya dibiarkan lepas tergerai dan disisir dengan rapi di sekitar bahunya. Matanya diberi celak hitam, sebagaimana kebiasaan wanita Arab, dengan bedak hitam yang disebut surmeh. Bibirnya diberi lipstick merah, dan pipinya yang kemerah-merahan tampak menyala serta menampakkan kegembiraannya. Ia duduk di depan pintu dan menunggu.

Ketika Majnun masuk, Laila tetap duduk. Sekalipun sudah diberitahu bahwa Majnun akan datang, ia tidak percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi.
Majnun berdiri di pintu selama beberapa menit, memandangi, sepuas-puasnya wajah
Laila. Akhirnya, mereka bersama lagi! Tak terdengar sepatah kata pun, kecuali
detak jantung kedua orang yang dimabuk cinta ini. Mereka saling berpandangan dan
lupa waktu.

Salah seorang wanita pembantu di rumah itu melihat sahabat-sahabat Majnun di
luar kamar tuan putrinya. Ia mulai curiga dan memberi isyarat kepada salah
seorang pengawal. Namun, ketika ibu Laila datang menyelidiki, Majnun dan
kawan-kawannya sudah jauh pergi. Sesudah orang-tuanya bertanya kepada Laila,
maka tidak sulit bagi mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Kebisuan dan
kebahagiaan yang terpancar dimatanya menceritakan segala sesuatunya.

Sesudah terjadi peristiwa itu, ayah Laila menempatkan para pengawal di setiap
pintu di rumahnya. Tidak ada jalan lain bagi Majnun untuk menghampiri rumah
Laila, bahkan
dari kejauhan sekalipun. Akan tetapi jika ayahnya berpikiran bahwa, dengan
bertindak hati-hati ini ia bisa mengubah perasaan Laila dan Majnun, satu sama
lain, sungguh ia salah besar.

Ketika ayah Majnun tahu tentang peristiwa di rumah Laila, ia memutuskan untuk
mengakhiri drama itu dengan melamar Laila untuk anaknya. Ia menyiapkan sebuah
kafilah penuh dengan hadiah dan mengirimkannya ke desa Laila. Sang tamu pun
disambut dengan sangat baik, dan kedua kepala suku itu berbincang-bincang
tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majnun lebih dulu berkata, “Engkau
tahu benar, kawan, bahwa ada dua hal yang sangat penting bagi kebahagiaan, yaitu
“Cinta dan Kekayaan”.

Anak lelakiku mencintai anak perempuanmu, dan aku bisa memastikan bahwa aku
sanggup memberi mereka cukup banyak uang untuk mengarungi kehidupan yang bahagia
dan menyenangkan. Mendengar hal itu, ayah Laila pun menjawab, “Bukannya aku
menolak Qais. Aku percaya kepadamu, sebab engkau pastilah seorang mulia dan
terhormat,” jawab ayah Laila. “Akan tetapi, engkau tidak bisa menyalahkanku
kalau aku berhati-hati dengan anakmu. Semua orang tahu perilaku abnormalnya.
Ia berpakaian seperti seorang pengemis. Ia pasti sudah lama tidak mandi dan
iapun hidup bersama hewan-hewan dan menjauhi orang banyak. “Tolong katakan
kawan, jika engkau punya anak perempuan dan engkau berada dalam posisiku,
akankah engkau memberikan anak perempuanmu kepada anakku?”

Ayah Qais tak dapat membantah. Apa yang bisa dikatakannya? Padahal, dulu
anaknya adalah teladan utama bagi kawan-kawan sebayanya? Dahulu Qais adalah anak
yang paling cerdas dan berbakat di seantero Arab? Tentu saja, tidak ada yang
dapat dikatakannya. Bahkan, sang ayahnya sendiri susah untuk mempercayainya.
Sudah lama orang tidak mendengar ucapan bermakna dari Majnun. “Aku tidak akan
diam berpangku tangan dan melihat anakku menghancurkan dirinya sendiri,”
pikirnya. “Aku harus melakukan sesuatu.”

Ketika ayah Majnun kembali pulang, ia menjemput anaknya, Ia mengadakan pesta
makan malam untuk menghormati anaknya. Dalam jamuan pesta makan malam itu,
gadis-gadis tercantik di seluruh negeri pun diundang. Mereka pasti bisa
mengalihkan perhatian Majnun dari Laila, pikir ayahnya. Di pesta itu, Majnun
diam dan tidak mempedulikan tamu-tamu lainnya. Ia duduk di sebuah sudut ruangan
sambil melihat gadis-gadis itu hanya untuk mencari pada diri mereka berbagai
kesamaan dengan yang dimiliki Laila.

Seorang gadis mengenakan pakaian yang sama dengan milik Laila; yang lainnya
punya rambut panjang seperti Laila, dan yang lainnya lagi punya senyum mirip
Laila. Namun, tak ada seorang gadis pun yang benar-benar mirip dengannya,
Malahan, tak ada seorang pun yang memiliki separuh kecantikan Laila. Pesta itu
hanya menambah kepedihan perasaan Majnun saja kepada kekasihnya. Ia pun berang
dan marah serta menyalahkan setiap orang di pesta itu lantaran berusaha
mengelabuinya.

Dengan berurai air mata, Majnun menuduh orang-tuanya dan sahabat-sahabatnya
sebagai berlaku kasar dan kejam kepadanya. Ia menangis sedemikian hebat hingga
akhirnya jatuh ke lantai dalam keadaan pingsan. Sesudah terjadi petaka ini,
ayahnya memutuskan agar Qais dikirim untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah
dengan harapan bahwa Allah akan merahmatinya dan membebaskannya dari cinta yang
menghancurkan ini.

Di Makkah, untuk menyenangkan ayahnya, Majnun bersujud di depan altar Kabah,
tetapi apa yang ia mohonkan? “Wahai Yang Maha Pengasih, Raja Diraja Para
Pecinta, Engkau yang menganugerahkan cinta, aku hanya mohon kepada-Mu satu hal
saja,”Tinggikanlah cintaku sedemikian rupa sehingga, sekalipun aku binasa,
cintaku dan kekasihku tetap hidup.” Ayahnya kemudian tahu bahwa tak ada lagi
yang bisa ia lakukan untuk anaknya.

Usai menunaikan ibadah haji, Majnun yang tidak mau lagi bergaul dengan orang
banyak di desanya, pergi ke pegunungan tanpa memberitahu di mana ia berada. Ia
tidak kembali ke gubuknya. Alih-alih tinggal dirumah, ia memilih tinggal
direruntuhan sebuah bangunan tua yang terasing dari masyarakat dan tinggal
didalamnya. Sesudah itu, tak ada seorang pun yang mendengar kabar tentang
Majnun. Orang-tuanya mengirim segenap sahabat dan keluarganya untuk mencarinya.
Namun, tak seorang pun berhasil menemukannya. Banyak orang berkesimpulan bahwa
Majnun dibunuh oleh binatang-binatang gurun sahara. Ia bagai hilang ditelan
bumi.

Suatu hari, seorang musafir melewati reruntuhan bangunan itu dan melihat ada
sesosok aneh yang duduk di salah sebuah tembok yang hancur. Seorang liar dengan
rambut panjang hingga ke bahu, jenggotnya panjang dan acak-acakan, bajunya
compang-camping dan kumal. Ketika sang musafir mengucapkan salam dan tidak
beroleh jawaban, ia mendekatinya. Ia melihat ada seekor serigala tidur di
kakinya. “Hus” katanya, ‘Jangan bangunkan sahabatku.” Kemudian, ia mengedarkan
pandangan ke arah kejauhan.

Sang musafir pun duduk di situ dengan tenang. Ia menunggu dan ingin tahu apa
yang akan terjadi. Akhimya, orang liar itu berbicara. Segera saja ia pun tahu
bahwa ini adalah Majnun yang terkenal itu, yang berbagai macam perilaku anehnya
dibicarakan orang di seluruh jazirah Arab. Tampaknya, Majnun tidak kesulitan
menyesuaikan diri dengan kehidupan dengan binatang-binatang buas dan liar. Dalam
kenyataannya, ia sudah menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga
lumrah-lumrah saja melihat dirinya sebagai bagian dari kehidupan liar dan buas
itu.

Berbagai macam binatang tertarik kepadanya, karena secara naluri mengetahui
bahwa Majnun tidak akan mencelakakan mereka. Bahkan, binatang-binatang buas
seperti serigala sekalipun percaya pada kebaikan dan kasih sayang Majnun. Sang
musafir itu mendengarkan Majnun melantunkan berbagai kidung pujiannya pada
Laila. Mereka berbagi sepotong roti yang diberikan olehnya. Kemudian, sang
musafir itu pergi dan melanjutkan petjalanannya.

Ketika tiba di desa Majnun, ia menuturkan kisahnya pada orang-orang. Akhimya,
sang kepala suku, ayah Majnun, mendengar berita itu. Ia mengundang sang musafir
ke rumahnya dan meminta keteransran rinci darinya. Merasa sangat gembira dan
bahagia bahwa Majnun masih hidup, ayahnya pergi ke gurun sahara untuk
menjemputnya.

Ketika melihat reruntuhan bangunan yang dilukiskan oleh sang musafir itu, ayah
Majnun dicekam oleh emosi dan kesedihan yang luar biasa. Betapa tidak! Anaknya
terjerembab dalam keadaan mengenaskan seperti ini. “Ya Tuhanku, aku mohon agar
Engkau menyelamatkan anakku dan mengembalikannya ke keluarga kami,” jerit sang
ayah menyayat hati. Majnun mendengar doa ayahnya dan segera keluar dari tempat
persembunyiannya. Dengan bersimpuh dibawah kaki ayahnya, ia pun menangis, “Wahai
ayah, ampunilah aku atas segala kepedihan yang kutimbulkan pada dirimu. Tolong
lupakan bahwa engkau pernah mempunyai seorang anak, sebab ini akan meringankan
beban kesedihan ayah. Ini sudah nasibku mencinta, dan hidup hanya untuk
mencinta.” Ayah dan anak pun saling berpelukan dan menangis. Inilah pertemuan
terakhir mereka.

Keluarga Laila menyalahkan ayah Laila lantaran salah dan gagal menangani
situasi putrinya. Mereka yakin bahwa peristiwa itu telah mempermalukan seluruh
keluarga. Karenanya, orangtua Laila memingitnya dalam kamamya. Beberapa sahabat
Laila diizinkan untuk mengunjunginya, tetapi ia tidak ingin ditemani. Ia
berpaling kedalam hatinya, memelihara api cinta yang membakar dalam kalbunya.
Untuk mengungkapkan segenap perasaannya yang terdalam, ia menulis dan menggubah
syair kepada kekasihnya pada potongan-potongan kertas kecil. Kemudian, ketika ia
diperbolehkan menyendiri di taman, ia pun menerbangkan potongan-potongan kertas
kecil ini dalam hembusan angin. Orang-orang yang menemukan syair-syair dalam
potongan-potongan kertas kecil itu membawanya kepada Majnun. Dengan cara
demikian, dua kekasih itu masih bisa menjalin hubungan.

Karena Majnun sangat terkenal di seluruh negeri, banyak orang datang
mengunjunginya. Namun, mereka hanya berkunjung sebentar saja, karena mereka tahu
bahwa Majnun tidak kuat lama dikunjungi banyak orang. Mereka mendengarkannya
melantunkan syair-syair indah dan memainkan serulingnya dengan sangat memukau.

Sebagian orang merasa iba kepadanya; sebagian lagi hanya sekadar ingin tahu
tentang kisahnya. Akan tetapi, setiap orang mampu merasakan kedalaman cinta dan
kasih sayangnya kepada semua makhluk. Salah seorang dari pengunjung itu adalah
seorang ksatria gagah berani bernama ‘Amar, yang berjumpa dengan Majnun dalam
perjalanannya menuju Mekah. Meskipun ia sudah mendengar kisah cinta yang sangat
terkenal itu di kotanya, ia ingin sekali mendengarnya dari mulut Majnun sendiri.

Drama kisah tragis itu membuatnya sedemikian pilu dan sedih sehingga ia
bersumpah dan bertekad melakukan apa saja yang mungkin untuk mempersatukan dua
kekasih itu, meskipun ini berarti menghancurkan orang-orang yang menghalanginya!
Kaetika Amr kembali ke kota kelahirannya, Ia pun menghimpun pasukannya. Pasukan
ini berangkat menuju desa Laila dan menggempur suku di sana tanpa ampun. Banyak
orang yang terbunuh atau terluka.

Ketika pasukan ‘Amr hampir memenangkan pertempuran, ayah Laila mengirimkan
pesan kepada ‘Amr, “Jika engkau atau salah seorang dari prajuritmu menginginkan
putriku, aku akan menyerahkannya tanpa melawan. Bahkan, jika engkau ingin
membunuhnya, aku tidak keberatan. Namun, ada satu hal yang tidak akan pernah
bisa kuterima, jangan minta aku untuk memberikan putriku pada orang gila itu”.
Majnun mendengar pertempuran itu hingga ia bergegas kesana. Di medan
pertempuran, Majnun pergi ke sana kemari dengan bebas di antara para prajurit
dan menghampiri orang-orang yang terluka dari suku Laila. Ia merawat mereka
dengan penuh perhatian dan melakukan apa saja untuk meringankan luka mereka.

Amr pun merasa heran kepada Majnun, ketika ia meminta penjelasan ihwal mengapa
ia membantu pasukan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang ini berasal dari desa
kekasihku. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi musuh mereka?” Karena sedemikian
bersimpati kepada Majnun, ‘Amr sama sekali tidak bisa memahami hal ini. Apa yang
dikatakan ayah Laila tentang orang gila ini akhirnya membuatnya sadar. Ia pun
memerintahkan pasukannya untuk mundur dan segera meninggalkan desa itu tanpa
mengucapkan sepatah kata pun kepada Majnun.

Laila semakin merana dalam penjara kamarnya sendiri. Satu-satunya yang bisa ia
nikmati adalah berjalan-jalan di taman bunganya. Suatu hari, dalam perjalanannya
menuju taman, Ibn Salam, seorang bangsawan kaya dan berkuasa, melihat Laila dan
serta-merta jatuh cinta kepadanya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera mencari
ayah Laila. Merasa lelah dan sedih hati karena pertempuran yang baru saja
menimbulkan banyak orang terluka di pihaknya, ayah Laila pun menyetujui
perkawinan itu.

Tentu saja, Laila menolak keras. Ia mengatakan kepada ayahnya, “Aku lebih
senang mati ketimbang kawin dengan orang itu.” Akan tetapi, tangisan dan
permohonannya tidak digubris. Lantas ia mendatangi ibunya, tetapi sama saja
keadaannya. Perkawinan pun berlangsung dalam waktu singkat. Orangtua Laila
merasa lega bahwa seluruh cobaan berat akhirnya berakhir juga.

Akan tetapi, Laila menegaskan kepada suaminya bahwa ia tidak pernah bisa
mencintainya. “Aku tidak akan pernah menjadi seorang istri,” katanya. “Karena
itu, jangan membuang-buang waktumu. Carilah seorang istri yang lain. Aku yakin,
masih ada banyak wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Sekalipun mendengar
kata-kata dingin ini, Ibn Salam percaya bahwa, sesudah hidup bersamanya beberapa
waktu larnanya, pada akhirnya Laila pasti akan menerimanya. Ia tidak mau memaksa
Laila, melainkan menunggunya untuk datang kepadanya.

Ketika kabar tentang perkawinan Laila terdengar oleh Majnun, ia menangis dan
meratap selama berhari-hari. Ia melantunkan lagu-Iagu yang demikian menyayat
hati dan mengharu biru kalbu sehingga semua orang yang mendengarnya pun ikut
menangis. Derita dan kepedihannya begitu berat sehingga binatang-binatang yang
berkumpul di sekelilinginya pun turut bersedih dan menangis. Namun, kesedihannya
ini tak berlangsung lama, sebab tiba-tiba Majnun merasakan kedamaian dan
ketenangan batin yang aneh. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, ia pun terus
tinggal di reruntuhan itu. Perasaannya kepada Laila tidak berubah dan malah
menjadi semakin lebih dalam lagi.

Dengan penuh ketulusan, Majnun menyampaikan ucapan selamat kepada Laila atas
perkawinannya: “Semoga kalian berdua selalu berbahagia di dunia ini. Aku hanya
meminta satu hal sebagai tanda cintamu, janganlah engkau lupakan namaku,
sekalipun engkau telah memilih orang lain sebagai pendampingmu. Janganlah pernah
lupa bahwa ada seseorang yang, meskipun tubuhnya hancur berkeping-keping, hanya
akan memanggil-manggil namamu, Laila”.

Sebagai jawabannya, Laila mengirimkan sebuah anting-anting sebagai tanda
pengabdian tradisional. Dalam surat yang disertakannya, ia mengatakan, “Dalam
hidupku, aku tidak bisa melupakanmu barang sesaat pun. Kupendam cintaku demikian
lama, tanpa mampu menceritakannya kepada siapapun. Engkau memaklumkan cintamu
ke seluruh dunia, sementara aku membakarnya di dalam hatiku, dan engkau
membakar segala sesuatu yang ada di sekelilingmu” . “Kini, aku harus
menghabiskan hidupku dengan seseorang, padahal segenap jiwaku menjadi milik
orang lain. Katakan kepadaku, kasih, mana di antara kita yang lebih dimabuk
cinta, engkau ataukah aku?.

Tahun demi tahun berlalu, dan orang-tua Majnun pun meninggal dunia. Ia tetap
tinggal di reruntuhan bangunan itu dan merasa lebih kesepian ketimbang
sebelumnya. Di siang hari, ia mengarungi gurun sahara bersama sahabat-sahabat
binatangnya. Di malam hari, ia memainkan serulingnya dan melantunkan
syair-syairnya kepada berbagai binatang buas yang kini menjadi satu-satunya
pendengarnya. Ia menulis syair-syair untuk Laila dengan ranting di atas tanah.
Selang beberapa lama, karena terbiasa dengan cara hidup aneh ini, ia mencapai
kedamaian dan ketenangan sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu pun yang
sanggup mengusik dan mengganggunya.

Sebaliknya, Laila tetap setia pada cintanya. Ibn Salam tidak pernah berhasil
mendekatinya. Kendatipun ia hidup bersama Laila, ia tetap jauh darinya. Berlian
dan hadiah-hadiah mahal tak mampu membuat Laila berbakti kepadanya. Ibn Salam
sudah tidak sanggup lagi merebut kepercayaan dari istrinya. Hidupnya serasa
pahit dan sia-sia. Ia tidak menemukan ketenangan dan kedamaian di rumahnya.
Laila dan Ibn Salam adalah dua orang asing dan mereka tak pernah merasakan
hubungan suami istri. Malahan, ia tidak bisa berbagi kabar tentang dunia luar
dengan Laila.

Tak sepatah kata pun pernah terdengar dari bibir Laila, kecuali bila ia
ditanya. Pertanyaan ini pun dijawabnya dengan sekadarnya saja dan sangat
singkat. Ketika akhirnya Ibn Salam jatuh sakit, ia tidak kuasa bertahan, sebab
hidupnya tidak menjanjikan harapan lagi. Akibatnya, pada suatu pagi di musim
panas, ia pun meninggal dunia. Kematian suaminya tampaknya makin mengaduk-ngaduk
perasaan Laila. Orang-orang mengira bahwa ia berkabung atas kematian Ibn Salam,
padahal sesungguhnya ia menangisi kekasihnya, Majnun yang hilang dan sudah lama
dirindukannya.

Selama bertahun-tahun, ia menampakkan wajah tenang, acuh tak acuh, dan hanya
sekali saja ia menangis. Kini, ia menangis keras dan lama atas perpisahannya
dengan kekasih satu-satunya. Ketika masa berkabung usai, Laila kembali ke rumah
ayahnya. Meskipun masih berusia muda, Laila tampak tua, dewasa, dan bijaksana,
yang jarang dijumpai pada diri wanita seusianya. Semen tara api cintanya makin
membara, kesehatan Laila justru memudar karena ia tidak lagi memperhatikan
dirinya sendiri. Ia tidak mau makan dan juga tidak tidur dengan baik selama
bermalam-malam.

Bagaimana ia bisa memperhatikan kesehatan dirinya kalau yang dipikirkannya
hanyalah Majnun semata? Laila sendiri tahu betul bahwa ia tidak akan sanggup
bertahan lama. Akhirnya, penyakit batuk parah yang mengganggunya selama beberapa
bulan pun menggerogoti kesehatannya. Ketika Laila meregang nyawa dan sekarat, ia
masih memikirkan Majnun. Ah, kalau saja ia bisa berjumpa dengannya sekali lagi
untuk terakhir kalinya! Ia hanya membuka matanya untuk memandangi pintu
kalau-kalau kekasihnya datang. Namun, ia sadar bahwa waktunya sudah habis dan ia
akan pergi tanpa berhasil mengucapkan salam perpisahan kepada Majnun. Pada suatu
malam di musim dingin, dengan matanya tetap menatap pintu, ia pun meninggal
dunia dengan tenang sambil bergumam, Majnun…Majnun. .Majnun.

Kabar tentang kematian Laila menyebar ke segala penjuru negeri dan, tak lama
kemudian, berita kematian Lailapun terdengar oleh Majnun. Mendengar kabar itu,
ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun sahara dan tetap tak sadarkan diri
selama beberapa hari. Ketika kembali sadar dan siuman, ia segera pergi menuju
desa Laila. Nyaris tidak sanggup berjalan lagi, ia menyeret tubuhnya di atas
tanah. Majnun bergerak terus tanpa henti hingga tiba di kuburan Laila di luar
kota . Ia berkabung dikuburannya selama beberapa hari.

Ketika tidak ditemukan cara lain untuk meringankan beban penderitaannya,
per1ahan-lahan ia meletakkan kepalanya di kuburan Laila kekasihnya dan meninggal
dunia dengan tenang. Jasad Majnun tetap berada di atas kuburan Laila selama
setahun. Belum sampai setahun peringatan kematiannya ketika segenap sahabat dan
kerabat menziarahi kuburannya, mereka menemukan sesosok jasad terbujur di atas
kuburan Laila. Beberapa teman sekolahnya mengenali dan mengetahui bahwa itu
adalah jasad Majnun yang masih segar seolah baru mati kemarin. Ia pun dikubur di
samping Laila. Tubuh dua kekasih itu, yang kini bersatu dalam keabadian, kini
bersatu kembali.

Konon, tak lama sesudah itu, ada seorang Sufi bermimpi melihat Majnun hadir
di hadapan Tuhan. Allah swt membelai Majnun dengan penuh kasih sayang dan
mendudukkannya disisi-Nya.Lalu, Tuhan pun berkata kepada Majnun, “Tidakkah
engkau malu memanggil-manggil- Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum
anggur Cinta-Ku?”

Sang Sufi pun bangun dalam keadaan gelisah. Jika Majnun diperlakukan dengan
sangat baik dan penuh kasih oleh Allah Subhana wa ta’alaa, ia pun
bertanya-tanya, lantas apa yang terjadi pada Laila yang malang ? Begitu pikiran
ini terlintas dalam benaknya, Allah swt pun mengilhamkan jawaban kepadanya,
“Kedudukan Laila jauh lebih tinggi, sebab ia menyembunyikan segenap rahasia
Cinta dalam dirinya sendiri.”

Wa min Allah at Tawfiq

Diambil dari Negeri Sufi ( Tales from The Land of Sufis )

Tentang Penulis Laila Majnun, Syaikh Sufi Mawlana Hakim Nizhami qs :

Syaikh Hakim Nizhami qs merupakan penulis sufi terkemuka diabad pertengahan
karena dua roman cinta yang menyayat hati, yaitu Laila & Majnun serta Khusrau &
Syirin. Kisah sedih Laila & Majnun , dimana Majnun yang berarti “Tergila-gila
akan Cinta”, karena cintanya yang tak sampai pada Laila, akhirnya membuatnya
gila. Kisah cinta ini dibaca selama berabad-abad, ratusan tahun jauh sebelum
Romeo & Julietnya Wiliam Shakespeare sehingga Kisah Laila & Majnun terkenal
sebagai kisah cintanya Persia .

Syaikh Nizhami qs adalah seorang Syaikh Sufi, dan yang dimaksud “kekasih”
dalam berbagai kisahnya sesungguhnya adalah perwujudan Allah swt. Syaikh
Nizhami hidup dari tahun 1155 M – 1223 M, beliau lahir dikota Ganje di
Azerbaijan. Ia telah menempuh jalan sufi semenjak masa mudanya, dan ia diajar
oleh Nabi Khidir as, Sang Pembimbing Misterius dan ia dilindungi 99 Nama Allah
Yang Maha Indah ( Asmaul Husna).

Syaikh Nizhami qs sangat menguasai berbagai macam ilmu, seperti matematika,
filsafat, Hukum Islam, dan kedokteran. Banyak karyanya merupakan pelajaran
tersembunyi bagi pemeluk tariqah sufi dan penempuh jalan spiritual. Karya Syaikh
Nizhami qs terkenal karena bahasanya yang halus. Karya Laila dan Majnun
sebenarnya berbentuk sajak berirama sebanyak 4500 syair sajak, yang dikenal
dengan sebutan Matsnawi. Sebagaimana lazimnya terjadi pada para Syaikh Sufi,
yang tertinggal dari Syaikh Nizhami qs adalah ajaran-ajaran sufi yang sangat
tinggi.


Sumber :http://cepiar.wordpress.com/


Cerpen

Sang Primadona

Apa yang harus aku lakukan? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing.
Apabila masalahku ini berlarut-larut dan aku tidak segera menemukan pemecahannya, aku khawatir akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan dan kegiatanku dalam masyarakat. Lebih-lebih terhadap dua permataku yang manis-manis: Gita dan Ragil.

Tapi agar jelas, biarlah aku ceritakan lebih dahulu dari awal.
Aku lahir dan tumbuh dalam keluarga yang -katakanlah-- kecukupan. Aku dianugerahi Tuhan wajah yang cukup cantik dan perawakan yang menawan. Sejak kecil aku sudah menjadi "primadona" keluarga. Kedua orang tuaku pun, meski tidak memanjakanku, sangat menyayangiku.

Di sekolah, mulai SD sampai dengan SMA, aku pun --alhamdulillah-juga disayangi guru-guru dan kawan-kawanku. Apalagi aku sering mewakili sekolah dalam perlombaan-perlombaan dan tidak jarang aku menjadi juara.

Ketika di SD aku pernah menjadi juara I lomba menari. Waktu SMP aku mendapat piala dalam lomba menyanyi. Bahkan ketika SMA aku pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat provinsi.

Tapi sungguh, aku tidak pernah bermimpi akhirnya aku menjadi artis di ibu kota seperti sekarang ini. Cita-citaku dari kecil aku ingin menjadi pengacara yang di setiap persidangan menjadi bintang, seperti sering aku lihat dalam film. Ini gara-gara ketika aku baru beberapa semester kuliah, aku memenangkan lomba foto model. Lalu ditawari main sinetron dan akhirnya keasyikan main film. Kuliahku pun tidak berlanjut.

Seperti umumnya artis-artis popular di negeri ini, aku pun kemudian menjadi incaran perusahaan-perusahaan untuk pembuatan iklan; diminta menjadi presenter dalam acara-acara seremonial; menjadi host di tv-tv; malah tidak jarang diundang untuk presentasi dalam seminar-seminar bersama tokoh-tokoh cendekiawan. Yang terakhir ini, boleh jadi aku hanya dijadikan alat menarik peminat. Tapi apa rugiku? Asal aku diberi honor standar, aku tak peduli.

Soal kuliahku yang tidak berlanjut, aku menghibur diriku dengan mengatakan kepada diriku, "Ah, belajar kan tidak harus di bangku kuliah. Lagi pula orang kuliah ujung-ujungnya kan untuk mencari materi. Aku tidak menjadi pengacara dan bintang pengadilan, tak mengapa; bukankah kini aku sudah menjadi superbintang. Materi cukup."

Memang sebagai perempuan yang belum bersuami, aku cukup bangga dengan kehidupanku yang boleh dikata serba kecukupan. Aku sudah mampu membeli rumah sendiri yang cukup indah di kawasan elite. Ke mana-mana ada mobil yang siap mengantarku. Pendek kata aku bangga bisa menjadi perempuan yang mandiri. Tidak lagi bergantung kepada orang tua. Bahkan kini sedikit-banyak aku bisa membantu kehidupan ekonomi mereka di kampung. Sementara banyak kawan-kawanku yang sudah lulus kuliah, masih lontang-lantung mencari pekerjaan.

Kadang-kadang untuk sekadar menyenangkan orang tua, aku mengundang mereka dari kampung. Ibuku yang biasanya nyinyir mengomentari apa saja yang kulakukan dan menasehatiku ini-itu, kini tampak seperti sudah menganggapku benar-benar orang dewasa. Entah kenyataannya demikian atau hanya karena segan kepada anaknya yang kini sudah benar-benar hidup mandiri. Yang masih selalu ibu ingatkan, baik secara langsung atau melalui surat, ialah soal ibadah.

"Nduk, ibadah itu penting. Bagaimana pun sibukmu, salat jangan kamu abaikan!"

"Sempatkan membaca Quran yang pernah kau pelajari ketika di kampung dulu, agar tidak hilang."

"Bila kamu mempunyai rezeki lebih, jangan lupa bersedekah kepada fakir miskin dan anak yatim."

Ya, kalimat-kalimat semacam itulah yang masih sering beliau wiridkan. Mula-mula memang aku perhatikan; bahkan aku berusaha melaksanakan nasihat-nasihat itu, tapi dengan semakin meningkatnya volume kegiatanku, lama-lama aku justru risi dan menganggapnya angin lalu saja.

Sebagai artis tenar, tentu saja banyak orang yang mengidolakanku. Tapi ada seorang yang mengagumiku justru sebelum aku menjadi setenar sekarang ini. Tidak. Ia tidak sekadar mengidolakanku. Dia menyintaiku habis-habisan. Ini ia tunjukkan tidak hanya dengan hampir selalu hadir dalam even-even di mana aku tampil; ia juga setia menungguiku shoting film dan mengantarku pulang. Tidak itu saja. Hampir setiap hari, bila berjauhan, dia selalu telepon atau mengirim SMS yang seringkali hanya untuk menyatakan kangen.

Di antara mereka yang mengagumiku, lelaki yang satu ini memang memiliki kelebihan. Dia seorang pengusaha yang sukses. Masih muda, tampan, sopan, dan penuh perhatian. Pendek kata, akhirnya aku takluk di hadapan kegigihannya dan kesabarannya. Aku berhasil dipersuntingnya. Tidak perlu aku ceritakan betapa meriah pesta perkawinan kami ketika itu. Pers memberitakannya setiap hari hampir dua minggu penuh. Tentu saja yang paling bahagia adalah kedua orang tuaku yang memang sejak lama menghendaki aku segera mengakhiri masa lajangku yang menurut mereka mengkhawatirkan.

Begitulah, di awal-awal perkawinan, semua berjalan baik-baik saja. Setelah berbulan madu yang singkat, aku kembali menekuni kegiatanku seperti biasa. Suamiku pun tidak keberatan. Sampai akhirnya terjadi sesuatu yang benar-benar mengubah jalan hidupku.

Beberapa bulan setelah Ragil, anak keduaku, lahir, perusahaan suamiku bangkrut gara-gara krisis moneter. Kami, terutama suamiku, tidak siap menghadapi situasi yang memang tidak terduga ini. Dia begitu terpukul dan seperti kehilangan keseimbangan. Perangainya berubah sama sekali. Dia jadi pendiam dan gampang tersinggung. Bicaranya juga tidak seperti dulu, kini terasa sangat sinis dan kasar. Dia yang dulu jarang keluar malam, hampir setiap malam keluar dan baru pulang setelah dini hari. Entah apa saja yang dikerjakannya di luar sana. Beberapa kali kutanya dia selalu marah-marah, aku pun tak pernah lagi bertanya.

Untung, meskipun agak surut, aku masih terus mendapatkan kontrak pekerjaan. Sehingga, dengan sedikit menghemat, kebutuhan hidup sehari-hari tidak terlalu terganggu. Yang terganggu justru keharmonisan hubungan keluarga akibat perubahan perilaku suami. Sepertinya apa saja bisa menjadi masalah. Sepertinya apa saja yang aku lakukan, salah di mata suamiku. Sebaliknya menurutku justru dialah yang tak pernah melakukan hal-hal yang benar. Pertengkaran hampir terjadi setiap hari.

Mula-mula, aku mengalah. Aku tidak ingin anak-anak menyaksikan orang tua mereka bertengkar. Tapi lama-kelamaan aku tidak tahan. Dan anak-anak pun akhirnya sering mendengar teriakan-teriakan kasar dari mulut-mulut kedua orang tua mereka; sesuatu yang selama ini kami anggap tabu di rumah. Masya Allah. Aku tak bisa menahan tangisku setiap terbayang tatapan tak mengerti dari kedua anakku ketika menonton pertengkaran kedua orang tua mereka.

Sebenarnya sudah sering beberapa kawan sesama artis mengajakku mengikuti kegiatan yang mereka sebut sebagai pengajian atau siraman rohani. Mereka melaksanakan kegiatan itu secara rutin dan bertempat di rumah mereka secara bergilir. Tapi aku baru mulai tertarik bergabung dalam kegiatan ini setelah kemelut melanda rumah tanggaku. Apakah ini sekadar pelarian ataukah --mudah-mudahan-- memang merupakan hidayah Allah. Yang jelas aku merasa mendapatkan semacam kedamaian saat berada di tengah-tengah majelis pengajian. Ada sesuatu yang menyentuh kalbuku yang terdalam, baik ketika sang ustadz berbicara tentang kefanaan hidup di dunia ini dan kehidupan yang kekal kelak di akhirat, tentang kematian dan amal sebagai bekal, maupun ketika mengajak jamaah berdzikir.

Setelah itu, aku jadi sering merenung. Memikirkan tentang diriku sendiri dan kehidupanku. Aku tidak lagi melayani ajakan bertengkar suami. Atau tepatnya aku tidak mempunyai waktu untuk itu. Aku menjadi semakin rajin mengikuti pengajian; bukan hanya yang diselenggarakan kawan-kawan artis, tapi juga pengajian-pengajian lain termasuk yang diadakan di RT-ku. Tidak itu saja, aku juga getol membaca buku-buku keagamaan.

Waktuku pun tersita oleh kegiatan-kegiatan di luar rumah. Selain pekerjaanku sebagai artis, aku menikmati kegiatan-kegiatan pengajian. Apalagi setelah salah seorang ustadz mempercayaiku untuk menjadi "asisten"-nya. Bila dia berhalangan, aku dimintanya untuk mengisi pengajian. Inilah yang memicu semangatku untuk lebih getol membaca buku-buku keagamaan. O ya, aku belum menceritakan bahwa aku yang selama ini selalu mengikuti mode dan umumnya yang mengarah kepada penonjolan daya tarik tubuhku, sudah aku hentikan sejak kepulanganku dari umrah bersama kawan-kawan. Sejak itu aku senantiasa memakai busana muslimah yang menutup aurat. Malah jilbabku kemudian menjadi tren yang diikuti oleh kalangan muslimat.

Ringkas cerita; dari sekadar sebagai artis, aku berkembang dan meningkat menjadi "tokoh masyarakat" yang diperhitungkan. Karena banyaknya ibu-ibu yang sering menanyakan kepadaku mengenai berbagai masalah keluarga, aku dan kawan-kawan pun mendirikan semacam biro konsultasi yang kami namakan "Biro Konsultasi Keluarga Sakinah Primadona". Aku pun harus memenuhi undangan-undangan --bukan sekadar menjadi "penarik minat" seperti dulu-- sebagai nara sumber dalam diskusi-diskusi tentang masalah-masalah keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan bahkan politik. Belum lagi banyaknya undangan dari panitia yang sengaja menyelenggarakan forum sekadar untuk memintaku berbicara tentang bagaimana perjalanan hidupku hingga dari artis bisa menjadi seperti sekarang ini.

Dengan statusku yang seperti itu dengan volume kegiatan kemasyarakatan yang sedemikian tinggi, kondisi kehidupan rumah tanggaku sendiri seperti yang sudah aku ceritakan, tentu semakin terabaikan. Aku sudah semakin jarang di rumah. Kalau pun di rumah, perhatianku semakin minim terhadap anak-anak; apalagi terhadap suami yang semakin menyebalkan saja kelakuannya. Dan terus terang, gara-gara suami, sebenarnyalah aku tidak kerasan lagi berada di rumahku sendiri.

Lalu terjadi sesuatu yang membuatku terpukul. Suatu hari, tanpa sengaja, aku menemukan sesuatu yang mencurigakan. Di kamar suamiku, aku menemukan lintingan rokok ganja. Semula aku diam saja, tapi hari-hari berikutnya kutemukan lagi dan lagi. Akhirnya aku pun menanyakan hal itu kepadanya. Mula-mula dia seperti kaget, tapi kemudian mengakuinya dan berjanji akan menghentikannya.

Namun beberapa lama kemudian aku terkejut setengah mati. Ketika aku baru naik mobil akan pergi untuk suatu urusan, sopirku memperlihatkan bungkusan dan berkata: "Ini milik siapa, Bu?"

"Apa itu?" tanyaku tak mengerti.
"Ini barang berbahaya, Bu," sahutnya khawatir, "Ini ganja. Bisa gawat bila ketahuan!"
"Masya Allah!" Aku mengelus dadaku. Sampai sopir kami tahu ada barang semacam ini. Ini sudah keterlaluan.

Setelah aku musnahkan barang itu, aku segera menemui suamiku dan berbicara sambil menangis. Lagi-lagi dia mengaku dan berjanji kapok, tak akan lagi menyentuh barang haram itu. Tapi seperti sudah aku duga, setelah itu aku masih selalu menemukan barang itu di kamarnya. Aku sempat berpikir, jangan-jangan kelakuannya yang kasar itu akibat kecanduannya mengonsumsi barang berbahaya itu. Lebih jauh aku mengkhawatirkan pengaruhnya terhadap anak-anak.

Terus terang aku sudah tidak tahan lagi. Memang terpikir keras olehku untuk meminta cerai saja, demi kemaslahatanku dan terutama kemaslahatan anak-anakku. Namun seiring maraknya tren kawin-cerai di kalangan artis, banyak pihak terutama fans-fansku yang menyatakan kagum dan memuji-muji keharmonisan kehidupan rumah tanggaku. Bagaimana mereka ini bila tiba-tiba mendengar --dan pasti akan mendengar-- idolanya yang konsultan keluarga sakinah ini bercerai? Yang lebih penting lagi adalah akibatnya pada masa depan anak-anakku. Aku sudah sering mendengar tentang nasib buruk yang menimpa anak-anak orang tua yang bercerai. Aku bingung.

Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus mengorbankan rumah tanggaku demi kegiatan kemasyarakatanku, ataukah sebaiknya aku menghentikan kegiatan kemasyarakatan demi keutuhan rumah tanggaku? Atau bagaimana? Berilah aku saran! Aku benar-benar pusing!


Penulis :A. Mustofa Bisri



Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana

Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.

Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”

Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.

Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.

Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.

Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.

Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.

Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.

”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.

”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.

Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.

Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.

Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.

”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.

Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.

Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.

Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.

”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.

Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?

Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?

Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.

Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.

Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.

Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Lewat kata yang tak sempat disampaikan
Awan kepada air yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Penulis: Inayati

Serba - Serbi Lantunan Kata - Kata Cinta

Cinta adalah sekuntum bunga indah menawan.
Yang membuaiku dengan peluk hangat kasih sayang.
Lembut dekapan naluri pengertian.
Ungkapan kebaikan dan kejujuran.
Curahkan keindahan senyum kesetiaan.
Rangkaian tenang bijak tindakan.
Terangkum dalam rajutan kisah kehidupan...
Datanglah sejenak untuk ku cari makna,
arti diriku dalam kesekian mimpi indahmu...



Maafkan aku akan segala keinginan cinta ini.
Sedapatnya aku mencoba menepikan segala keinginan diri.
Akan tetapi apa yang tersirat dari dalam hati,
tak dapat dan tak mampu kuingkari lagi.
I Love You Honey...



Tak usah orang tahu rahasia, tentang sesuatu diantara kita.
Ku tak ingin ini semua menjadi berita,
dibumbui, diaduk-aduk menjadi gosip semata.
Tetaplah ini jadi rahasia, tak usah bilang siapa-siapa.
Nanti orang jadi cemburu dibuatnya, karena ada cerita indah diantara kita.



Selama masih ada hangat suasana, kesepian tiada lagi kan bermakna.
Selama masih ada senyum ceria, kebahagiaan kan selalu terasa.
Selama masih ada kebenaran mulia, arah hidup kan selalu terjaga.
Semua kan baik-baik saja, selama masih ada cinta disana...



Bintang berkerlip redup menemani bimbang sepi, mengalun jauh arungi malam-malam sunyi.
Pastikan tercipta mimpi atau harus kupalingkan diri ini.
Terasa mulai lelah bisikan lirih cinta semu di hati.



Hai teman, jika pesona cinta melelahkanmu, dengarkanlah satu kataku.
Lupakan gelisah di hati, kuatkanlah langkah, basuh lukamu.
Hari masih panjang dan waktu masih setia berjalan.
Esok mentari pagi pasti kan terbit menghangatkan hatimu.
Dan langit malam pun kan bertabur bintang menemani tidurmu.
Pejamkan matamu sandarkan bebanmu lepaskan sepimu.
Percayalah, pasti ada yang kan merindukanmu.
Rindu tuk menghiasi setiap mimpi indahmu.
Bahagia tuk mencintaimu.
Tersenyumlah dan temukanlah cinta.



Tak perlu dirimu kucumbui, dengan berjuta kata janji.
Andaikan engkau mengerti, mencintaiku dengan setia setulus hati.
Pastikan kau kan datang menemani, menambahkan cinta di dalam diri ini.


Terima kasih tuhan atas perasaan cinta yang kau anugerahkan.
Mempertemukan perbedaan dalam suatu kisah perjalanan.
Menyatukan serakan puing-puing hati dalam satu kepastian.
Menghapus kehampaan saat hati dalam kesendirian.
Menguatkan langkah ketika tak ada lagi tujuan.
Semakin memberi makna rangkaian kisah kehidupan.



Meski tak ada bunga yang sempurna, meski bersatu dengan segala beda yang ada.
Seiring perasaanmu yang tulus setia, pastilah kau kan selalu aku bangga dan cinta.
Kan kugenggam tanganmu tuk berjalan bersama, bercinta melintasi hamparan dunia.



Kami bukanlah pria-pria kesepian, akan tetapi hanyalah orang-orang yang belum menemukan jawaban.
Dari segala tanya tentang pilihan cinta dan kasih sayang.



Maafkan segala keterbatasanku, yang membuatku tak pernah bisa sempurna dalam tingkah laku.
Membuatku selalu berbalut salah dan angkuh hati saat bersamamu.
Kuharap engkau dapat memaafkanku.



Mungkinkah kau kan sadari, sesungguhnya hati ini telah engkau miliki.
Akankah mungkin semua terjadi, kau datang dan menerima cintaku ini.



Mampukan diriku untuk meraihmu, mendekatkan tubuh dan hati.
Menghapus kesepian dengan harapan, memeluk erat jiwa dengan cinta.



Kuharap kau menyadari, apa arti sepinya diri.
Bagaikan pisau mengiris hati.
Apa arti siksaan rindu, bagai jiwa tertusuk duri sembilu.



Ketulusan cinta sejati bukanlah di cari.
Akan tetapi harus diresapi, dipahami dan dimengerti.
Dan yang utama bukanlah kecantikan diri.
Akan tetapi keanggunan yang tercermin jauh dari lubuk hati.



Cinta bikin orang mabuk kepayang, siang malam selalu terbayang-bayang, mengharap bahagia kan datang menjelang.
Tapi saat cinta bertepuk sebelah tangan, segalanya berubah menjadi kelam.
Tak enak tidur tak enak makan.
Tergoncang hati bagaikan punguk menrindukan bulan.



Kata orang cinta itu buta, tak dapat dilihat dan tak dapat dikira.
Maka jangan pernah kau raba jangan coba diterka.
Karena engkau takkan pernah menduga.
Kapan cinta akan membuatmu bahagia.
Atau kapan ia akan menyiksa meninggalkan luka.
Cobalah hayati cinta dengan rasa yang tulus dan setia.



Kadang aku tak pernah mengerti, kadang semua penuh misteri.
Segala rasa di dalam diri yang terjadi untuk sang pujaan hati.
Indahmu membuatku tak bisa memungkiri segala keinginan ketulusan hati.
Untuk menjadikanmu seorang permaisuri.
Tuk kupeluk, kudekap menyejukan diri.



Lembayung senja turun iringi sepi.
Menuntunku berjalan ke arah yang tak pasti.
Kala malam turun menjelang.
Anganku tak jua henti melayang.
Terus mengembara jauh diselimuti hati nan jenuh.
Dalam semakin pekatnya malam, cintakupun bersinar semakin kelam.



Kadang cinta sejati mempertemukan sepasang sejoli, untuk saling jatuh cinta pada pandangan pertama.
Dari mata turun ke hati, jumpa pertama cinta langsung bersemi.



Kapankah tiba saat yang kunanti, melepas resah dalam diri.
Kutemukan kepastian di hati.
Kutemukan seorang kekasih sejati.



Banyak bunga tumbuh mekar mewangi, semakin mempesona dalam hati ini.
Siapakah yang kan kau sentuh dalam dekapan hangat diri.
Kan kujadikan permata buaian cinta abadi.
Mungkin takkan bisa kutentukan saat ini, segala kesetiaan cinta sejati.
Karena waktu belumlah memberi segala jawaban akan pertanyaan ini.



Kuraih puing - puing sampan cintaku.
Kudayung menelusuri samudera hatimu.
Berharap kan kutemukan tempat berlabuh.
Dimana sisi hati kan menuangkan segala keluh.
Menambatkan hati hanya untuk satu yg kudamba.
Yang kudekap dalam sayang cinta untuk selamanya.



Tadi malam aku kirim bidadari untuk menjaga tidurmu.
Eh, dia buru - buru balik.
Katanya, Ah, masa bidadari disuruh jaga bidadari?



Kalau kamu nanya berapa kali kamu datang ke pikiranku, jujur aja, cuma sekali.
abisnya, ga pergi2 sih!



Sempet bingung jg, kok aku bisa senyum sendiri.
Baru nyadar, aku lagi mikirin kamu.



Kalau suatu saat kamu hancurkan hatiku & akan kucintai kamu dengan kepingannya yang tersisa.



Berusaha melupakanmu, sama sulitnya dengan mengingat seseorang yang tak pernah ku kenal.



Kalau kamu ajak aku melompat bareng, aku ngga bakalan mau. Mending aku lari kebawah, bersiap menangkapmu.



Aku pernah jatuh kan setetes air mata diselat Sunda.Dihari aku bisa menemukannya lagi, itulah waktunya aku berhentimencintaimu.



Gak usah janjiin bintang dan bulan untuk aku, cukup janjiin kamu bakal selalu bersamaku dibawah cahayanya.



Kalau kamu nanya mana yang lebih penting buataku : hidupku atau hidupmu, aku bakal jawab hidupku. Eits, jangan marah dulu, karena kamulah hidupku.



Pertama ketemu, aku takut ngomong sama kamu. Pertama ngomong sama kamu, aku takut kalau nanti suka sama kamu. Udah suka, aku makin takut kalau jatuh cinta. Setelah sekarang cinta sama kamu, aku jadi bener-bener takut kehilangan kamu. Kamu emang menakutkan!



Ketika hidup memberiku seratus alasan untuk menangis, kau datang membawa seribu alasan untuk tersenyum.



Jika aku bisa jadi bagian dari dirimu, aku mau jadi air matamu, yang tersimpan dihatimu, lahir dari matamu, hidup dipipimu, dan mati di bibirmu.



Plis aku butuh bantuan kamu. Soalnya, kunci buat membuka pintu kebahagiaanku, ga tau napa, ada padamu.



Ketika mencintaimu, aku mendapat kekuatan. Mendapat cintamu, aku beroleh keberanian. Kamu wonderwoman, yang membuatku ngerasa jadi superman.



Andai janji tak pernah dusta takkan ada yang kecewa. Andai cinta tak mendua takkan ada air mata. Cinta tak butuh janji, tapi bukti yang pasti. Hanya cinta sejati yang kan abadi sampai akhir nanti.



Ayolah tinggal sesukamu didalam hatiku. Janji, aku ngga bakalan ngutip uang kontrakan.



Cintaku dengan mumemang takakan berkahir bahagia, karena yang kutawarkan untukmu adalah cinta yang tak punya akhir.



Izinkan aku membaca nada-nada di dalam jiwamu, untuk kunyanyikan saat kau mungkin sudah lupa lirik-liriknya.



Katanya orang bisa jadi bodoh karena cinta, tapi aku ngga peduli itu.
Aku cuma mikir, betapa bodohnya mantanmu, yang berhenti mencintaimu.



Kau begitu kucinta, hingga ketika bersamamu mati seperti bisa kutunda, dan tanpamu, hidup serasa tiada guna.



Aku tak pernah tau kebahagiaan sesungguhnya, sampai ketika aku mendapatkan cintamu.
Dan aku tak pernah tau derita sebenarnya, sampai aku kini kehilangan itu.
Terima kasih telah mengenalkanku pada kedua rasa yang tak akan kulupa.



Jika aku ngga bisa mencintaimu seperti yang kamu inginkan, bukan berarti aku ngga mencintaimu dengan semua yang kupunya.



Di antara jemarimu, diciptakan ruang kosong, agar ada tempat untuk diisi oleh jemariku.



Jangan bilang kamu mencintaiku, kecuali dengan kesungguhan.
Karena bisa saja aku melakukan hal yang paling gila, dengan mempercayainya.



Memikirkanmu, aku jadi malas tidur.
Soalnya, hidupku kini jauh lebih indah dari impian manapun.



Aku selalu berusaha tak menangis karenamu, karena setiap butir yang jatuh, hanya makin mengingatkan, betapa aku tak bisa melepaskanmu.



Kamu ga pernah bisa kuusir dari pikiranku.
Ya udah, mungkin tempatmu emang di sana.



Ketika kamu menutup diri, aku tau bukan untuk membuatku pergi.
Kamu cuma ingin tahu, apakah aku cukup kuat untuk membukanya.



Aku sadar, mencintaimu sama saja menyerahkan padamu kekuatan untuk menghancurkanku.
Tapi aku percaya, kau tak akan menggunakannya untuk itu.



Kamu tau, kenapa aku sedih tadi malam?
Aku duduk di dekat seseorang yang paling berarti buatku, namun aku sadar baginya aku mungkin tak berarti apapun.



Tak mungkin aku berhenti mencintaimu.
Aku hanya bisa belajar hidup tanpamu.



I can fall from the tree..
I can fall from the sky..
but the best way to fall is in love with you.



Gimana kalo kita berdua jadi komplotan penjahat: Aku mencuri hatimu, dan kamu mencuri hatiku.



Mereka bilang waktu akan mengobati semuanya.
Masalahnya, tanpa kamu di sini, waktu seperti berhenti.



Kamu membuatku tersenyum, tanpa sebab apapun.
Membuatku tertawa,walau tak ada yang lucu.
Sialnya, kamu juga membuatku jatuh, pada saat aku semestinya menjauh.



Tadi malem, pas mikirin kamu, air mataku netes.
Aku nanya kenapa dia keluar.
Katanya, Ada yang penting banget kayaknya di mata kamu, segitu pentingnya sampe gak ada tempat buat aku.
Ya udah, mending aku keluar aja.



Hari ini aku menangis bukan karena merindukanmu, atau mendambamu kembali.
Tapi karena akhirnya aku sadar, aku bakal baik-baik saja tanpamu.



Napa aku ga pernah bisa membencimu, saat kamu buat perasaanku tercabik-cabik?



Dulu aku heran, kenapa orang sampe berantem hanya karena cinta.
Terus aku inget muka kamu, dan tiba-tiba, aku merasa siap menghadapi Perang Dunia Ketiga.



Sejujurnya, kadang aku sembunyi, karena ingin kamu temukan.
Menjauh karena ingin kamu ikuti.
Menangis karena ingin kamu tenangkan.
Menjatuhkan diri, karena ingin kamu tangkap.



Aku pengen bersamamu cuma pada dua waktu: SEKARANG dan SELAMANYA.



Jangan GR deh.
Aku kangen kamu sedikit aja kok.
Sedikit berlebihan maksudnya.



Mencintaimu adalah keindahan, Dicintaimu adalah kebahagiaan.



Ini pantun, pantun rindu.
Muncul dari lubuk hatiku.
Bila aku kangen padamu.
Serasa sendu di dalam kalbu.



Tidurlah tidur sayangku.
Kujaga kamu dengan doaku.
Kuselimuti kamu dengan cintaku.



Kukirim kamu lagu, kau bilang thank u.
Kuberi sepotong coklat, kau bilang nikmat.
Kubawakan kamu bunga, kau bilang bahagia.
Bila kuberi cinta, kan kau bilang apa?



Mari kutuntun kamu, ke dalam jiwaku.
Agar kamu tahu, segala risauku.
Selalu tentangmu.



Datanglah datang,Pacarku sayang.
Kan kutimang, Kusayang-sayang.
Dirimu seorang.



Kukirim kata cinta, karena kata serupa kristal kaca.
Kau bisa berkaca atau melihat luka di dalamnya.



Izinkan aku memasuki, hatimu yang paling sunyi, Dimana luka dan nyeri, kau simpan sendiri.



Gendang gendut, Tali Kecapi, Kamu cemberut, Manis sekali.
Beli mengkudu, Naik andong, Bila emang rindu, Bilang dong!



Ada sepasang merpati, Terbang meniti pelangi, Ada sepasang hati, Terbang meniti janji



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.



Cinta adalah santapan jiwa.
Jiwa tanpa cinta bagai rumah yang kosong.
Cinta tanpa menjiwai bagai layang-layang putus tali.



Akan tiba saatnya di mana aku harus berhenti mencintai seseorang bukan karena aku putus asa mencintainya, melainkan karena aku menyadari bahwa orang yang aku cintai akan lebih bahagia apabila aku melepaskannya.



What is a flower without the sun,
what is the earth without the sky.
What am I without you, that is why I tell you...
I love you



Rasa sayang ada dalam persahabatan, rasa sayang ada dalam percintaan.
Tapi ada sesuatu yang membedakan, yaitu rasa ingin memiliki dan rasa cemburu di hati.



Saat cinta datang mengetuk pintu hati, membawa sekeranjang perhatian dan setangkai kasih sayang, sambut dengan senyum malu, silahkan duduk di sofa kalbu, suguhkan sepiring kue rindu, setelah cinta singgah di hati, dunia terasa indah sekali, mendung terlihat seelok pelangi dan tak sabar esok hari datang lagi



Buah duku buah rambutan, cuci piring bawah jembatan.
Entah jodohku entah bukan, yang penting persahabatan.



Satu titik dua koma, aku cantik sapa yg punya


Aku mungkin bukan temen terbaik untukmu, dan juga bukan sahabat untukmu, tetapi aku akan menjadi pendamping hidupmu sampai akhir hayat nanti



A butterfly needs its wings...
an icebear needs cold weather and I...
I need you!



Berjuta juta-juta pohon kangkung hanya satu pohon beringin.
Begitu banyak gadis sekampung, hanya kamu yang ku ingin.



Bila cinta harus berakhir dengan kesedihan, jangan pernah menyesal dengan sebuah pertemuan.
Karena orang yang membuatmu sedih, adalah orang yang penah buatmu bahagia.



Jalan-jalan ke kota baru, jangan lupa beli kain warna biru.
Kalau kau cinta padaku, katakan saja i love you.



Aku menulis namamu di langit, tapi awan menghapusnya.
Aku menulis namamu di pantai, tapi ombak menghapusnya.
Jadi aku menulis namamu di hatiku, Biar nggak akan ada yg bisa menghapusnya..



Everytime i hear my msg tone, i always hope one of them comes from u.
my phone has limited memory but my heart has unlimited space 4 someone like u



Rebahlah di peraduanmu dengan kepala tengadah dan hati tak resah.
Percayalah, aku selalu gelisah bila tidurmu diselimuti gundah.



Mungkin cintaku bagimu tak lebih dari sependar cahaya lilin yang redup bersinar, di tengah ribuan cahaya terang lainnya.
Tapi aku minta biarlah cahaya itu tetap menyala dihatimu, karena suatu saat itu akan bersinar lebih terang, disaat cahaya lainnya padam



Mas kamu pasti penembak ulung ya? Habisnya tatapan matamu itu tepat banget menusuk jantung hatiku



Adek tukang kebun yah? Trus kenapa setiap melihat kamu hatiku jadi berbunga-bunga



Aku tahu ternyata kamu anak juragan tebu ya.
Soalnya kamu maniiisss banget.



Indah senyummu yang menawan.
Menambah hatiku semakin penasaran.
Sulit bila, tuk ungkapkan.
Engkau gadis yang kupuja dan kusayang.



Mau bilang kangen, diblng sok dekat.
Mau bilang sayang, takut dianggap gak tau malu.
Mau bilang... CINTA, Takut deh ada yang punya.
Terpaksa deh cuma bisa bilang lagi ngapa?



Wafer bkata pada coklat, Kita ini sungguh manis kan?
Coklat menjawab, kamu pikir Kita yang paling manis?
Kamu liat donk orang yang baca sms ini, Lebih Manis!! Liat..Liat, Dia tersenyum.
Duh.. Manisnya. So cute..



Nih dah kusiapin makan siang yang istimewa buatmu: segelas cinta, sepiring rindu, sepotong kasih, secuil cemburu, dan sebuah doa.. Met maem yah..



Hari hujan... lihatlah ke luar jendela.
coba hitung titik air yang jatuh dari langit! Sebanyak itulah aku merindukanmu



Ngga semua bunga bisa jadi lambang cinta,tapi mawar bisa..
Ngga semua pohon bisa berdiri kalau kehabisan air,tapi kaktus bisa..
Dan ngga semua orang bisa jadi pacar yang baik,tapi kamu bisa..



Akan kurangkai semua kata cinta yang ada di bumi ini, Jadikan seikat kembang agar kau tau semua isi hatiku



Dalam Sayur Ada Kaldu.
Relung Hatiku Tersirat Rindu.
Bukan Maksudku Tuk Bilang I Miss You.
Ataupun Bilang I Love You.
Aku cuman mau bilang.
Sebelum Tidur Pipis Dulu :D



Kisah cinta kita dik! seperti denting gitar akustik.
Lembut dan manis didengar, meski kadang kita bertengkar.



Seuntai kata terungkap dari jiwa, seulas senyum memberi pesona.
Ku alun nada tapi tak bersuara.
Hanya lewat sms ini ku tuliskan sebuah kata: I Love You



Sayang, kamu tuh kaya kipas angin...
Menyejukan hatiku...
he...he...he...he...



Tau ga kenapa malem ini ga ada bintang??
soalnya bintangnya pindah semua ke matamu



Cinta yang mengebu lebih banyak bohongnya.
Aku mencintaimu dengan biasa saja.
Seperti Matador dengan Bantengnya



I want to give my love to someone...
and i hope you will be the only one to receive



Dik titip sesuatu yaaa...
Titip hatiku



I miss u like a falling star, if u see there is no star in d sky, means there no enough star to count how i miss u.



Jadilah bintang yang selalu terangi hatiku di saat aku sedih dan aku sangat membutuhkan dirimu yang bisa mencintai aku dengan setulus hati.



Cinta sejati mendengar apa yang tidak dikatakan, mengerti apa yang tidak di jelaskan sebab cinta tidak datang dari bibir, lidah atau pikiran melainkan HATI...



Tanamilah sebuah pohon cinta yang berakar KESETIAAN, siramilah dengan KEPERCAYAAN, pupukanlah dengan KESABARAN, rawatlah dengan KETULUSAN, supaya berdaun PENGORBANAN dan KASIH SAYANG



Aku bersenang - senang di ujung tombak kesalahan

Aku sehat didalam penyakit karenamu

Aku bergirau kegagalanku kepadamu

Dan aku teriak karena cintamu kepada ku sangatlah besar