Menemukan Cinta Yang Hilang

Menemukan Cinta Yang Hilang

Detik waktu terus berlalu mengiringi hari demi hari, pekan demi pekan, bulan demi bulan, tahun demi tahun, dan windu demi windu langkah kakiku dalam menapaki kehidupan ini. Kehidupan yang indah karunia Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sebuah perjalanan panjang anak manusia yang hidup mengikuti takdirnya. Hidup mengikuti kehendak Sang Pencipta Alam. Hidup dengan kasih sayang orang tua, keluarga tercinta dan sahabat-sahabat sejatinya.

Tak terelakkan dalam kehidupan ini kita harus berbaku hantam dengan kesedihan, harus bersahabat dengan kesulitan dan kerasnya kehidupan, namun tidak terlupakan setumpuk kesenangan dan kebahagiaan juga selalu menghampiri hari-hari kita. Suka – duka, pahit – manis, susah – senang, sedih – gembira, merana – bahagia adalah pasangan keadaan yang mau tidak mau pasti kita lewati walaupun kadang diri ini tidak ingin bila sesuatu yang menyedihkan dan menyakitkan harus menjadi sebuah realitas yang harus kita hadapi.

Tak terelakkan dalam kehidupan ini kita harus berbaku hantam dengan kesedihan, harus bersahabat dengan kesulitan dan kerasnya kehidupan, namun tidak terlupakan setumpuk kesenangan dan kebahagiaan juga selalu menghampiri hari-hari kita. Suka – duka, pahit – manis, susah – senang, sedih – gembira, merana – bahagia adalah pasangan keadaan yang mau tidak mau pasti kita lewati walaupun kadang diri ini tidak ingin bila sesuatu yang menyedihkan dan menyakitkan harus menjadi sebuah realitas yang harus kita hadapi.

Adalah kita sebagai manusia biasa yang selalu merindukan cinta dan kasih sayang. Sejak terlahir ke dunia ini kita sudah merasakan kedua kebutuhan psikis tersebut, sehingga kita bisa bertumbuh hingga menjadi manusia dewasa seperti sekarang ini. Meskipun memang tidak bisa dipungkiri, ada juga saudara-saudara kita yang jauh dari cinta dan kasih sayang karena harus menghadapi kerasnya hidup seorang diri sedari kecil. Seperti mereka yang hidup di jalan, terminal, kolong jembatan dan tidak tahu kepada siapa mereka memanggil “ayah” atau “ibu”.

Sudah menjadi fitrah kita ingin dicinta dan mencinta, baik itu keluarga, sahabat, masyarakat dan orang-orang terdekat. Cinta dan keberadaan mereka di sekitar kita yang telah membuat hidup kita punya makna, karena jika kita hidup seorang diri, tak akan berarti segala harta dan perhiasan dunia ini bagi kita. Selalu ada orang-orang terkasih yang membuat hari-hari kita terasa lebih hidup dan pencapaian prestasi pribadi kita punya arti.

Setelah dewasa maka kita pun mulai mengenal lawan jenis dengan segudang perasaan yang khas, yang tidak pernah kita rasakan ketika kecil dulu… melebihi dari sekedar ketertarikan, melebihi dari sekedar ingin mengenal dan ingin selalu dekat. Itulah perasaan cinta yang berbalut asmara. Dan mereka yang terserang virus cinta kepada sang pujaan hati biasanya disebut sedang “kasmaran”. Kasmaran: sejauh mana kau kejar cinta? Selalu menjadi episode kehidupan yang menarik untuk disimak.

Soulmate in Love

Sudah menjadi fitrah (built in) kita membutuhkan pasangan hidup. Jika kita laki-laki maka pasangan kita tentu wanita, begitu juga sebaliknya. Hal ini sudah tersurat dalam Al Quran, yakni tatkala Allah SWT berfirman dalam surat Faathir ayat 11 yang artinya :

“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.”

Jadi, jika yang berpasangan menjadi partner hidup itu adalah laki-laki dengan laki-laki (homoseksual, atau kawan saya sering menyebutnya dengan istilah hombrenk) atau pasangan wanita dengan wanita (lesbian), ini bertentangan dengan ketentuan yang telah Allah SWT tetapkan. Kaum ini pernah hidup di jaman Nabi Luth dan mereka akhirnya mendapat azab Allah yang amat pedih sebagaimana diabadikan dalam Al Quran Surat Asy Syu’araa ayat 173 yang artinya, “Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu.”

Maka kita pun menjadi manusia normal yang tertarik dan memiliki cinta pada lawan jenis. Kita pun mulai melakukan perjalanan mencari cinta sejak muda belia, bahkan ada filmnya yaitu “30 Hari Mencari Cinta”. Karena 30 hari sama dengan satu bulan, ternyata banyak yang belum menemukan dambaan hatinya, menemukan cinta sejatinya: soulmate in love, belahan jiwa! Bahkan sudah bertahun-tahun juga belum bertemu soulmate mereka. Pernah seorang sahabat yang meminta bantuan agar dicarikan pasangan untuk saudaranya, seorang wanita karier dengan umur kepala empat. Langsung pikiran saya menuju seorang kawan yang berumur 40-an dan masih melajang, namun ternyata beberapa minggu kemudian kawan yang dimaksud menikah dengan jodohnya, seorang gadis muda usia di bawah 25 tahun. Jodoh memang penuh misteri…, siapa sangka?

Dalam proses pencarian cinta inilah banyak sekali kisah yang terjadi. Ada yang terjerembab ke lembah dosa, berbuat nista dengan menodai kesucian cinta: melanggar batas syari’at yang ditetapkan-Nya. Ada yang broken heart dan dan mengakhiri hidup dengan mengenaskan. Ada yang dalam masa berpacaran bergonta-ganti pasangan (bila ini jadi hobi biasanya disebut playboy atau playgirl). Ada yang merajut asmara bertahun-tahun namun kemudian putus di tengah jalan, akhirnya broken heart juga; untung tidak bunuh diri, hanya merana saja. Ada yang cintanya bertepuk sebelah tangan, namun tetap tabah dan terus mencari. Ada juga yang beruntung: sekali langsung jadi dan untuk selamanya.

Yang syar’i adalah mereka yang pacarannya sesudah nikah—meski terbatas jumlahnya. Ini adalah jalan yang ditempuh mereka yang berpegang teguh pada hukum yang Allah tetapkan. Mungkin ini sulit dijumpai di kalangan remaja di mana pergaulan bebas semakin merajalela, namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Ini hanya soal prinsip/jalan hidup atau way of life yang dianut masing-masing personal.

Pencarian Cinta Sejati

Dalam kenyataannya, hampir semua kawula muda melakukan pencarian cinta. Malangnya kebanyakan mereka hanya mencari cinta yang bersifat horizontal, yakni cinta untuk lawan jenis. Sehingga banyak di antara mereka yang hanya menemukan kepedihan, kepahitan dan sakit hati bertubi-tubi. Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki pondasi yang kuat dalam hal cinta-mencintai. Mereka hanya mencintai apa yang terlihat; mencintai si dia yang cantik, si dia yang tampan, yang telah mencuri hatinya, yang telah bertahta di singgasana cintanya. Dan ketika apa yang mereka cinta tidak mereka dapatkan, yang terjadi adalah putus asa, patah hati, merana, sakit, sedih, pilu, bahkan ada yang dengan tragis mengakhiri hidup mereka sendiri hanya karena urusan cinta; padahal hanya cinta kepada sesuatu yang fana: manusia. Mereka lupa kepada Sang Pemilik Cinta, Allah Azza wa Jalla.

Tak jarang dari kita yang tidak tanggung-tanggung dalam menempuh jalan pencarian cinta. Dia tidak hanya mencari cinta sesama manusia, tetapi juga mencari hakikat cinta yang sesungguhnya. Mencoba menguak misteri eksistensi dirinya dan berusaha menemukan cinta yang sejati. Cinta sejati ini adalah cinta yang kita tidak akan pernah kecewa jika kita memilikinya. Cinta yang tidak akan bertepuk sebelah tangan. Cinta yang akan membawa kepada kebahagiaan hakiki.

Ketika kita mencintai sesama makhluk dengan sepenuh cinta, tidak ada jaminan cinta kita akan bahagia karena cinta sesama manusia itu tidak kekal. Mungkin ia mati, pindah ke lain hati, atau menduakan cinta kita. Dan itu bisa terjadi secepat kita mengedipkan mata. Bisa dibayangkan, seseorang yang kita cintai dengan sepenuh hati hingga disebut cinta mati, tiba-tiba si dia bersama orang lain dengan penuh kemesraan tanpa memedulikan keberadaan kita; bahagiakah cinta kita? Tentu tidak! Apa cinta kita telah hilang? Tidak hilang…, hanya salah sasaran.

Coba bayangkan, sebelum kita mancintai yang lain-lain, kita memiliki cinta kepada cinta yang tidak akan pernah mengecewakan kita. Cinta di mana jika kita mendekat sejengkal, Dia akan mendekat sehasta; jika kita mendekat sehasta maka Dia akan mendekat sedepa; jika kita mendekat padanya sambil berjalan maka Dia akan menyongsong kita sambil berlari. Dan cintanya itu kekal abadi, tidak berubah karena perubahan fisik maupun keadaan ekonomi kita. Dia hanya memperhatikan satu hal dari kita; seberapa besar kesungguhan cinta kita.

Beda dengan mencintai manusia, harta, pangkat atau jabatan. Jika kita mencintai ketiga hal tersebut maka yang sering terjadi kita diperbudak oleh perasaan sendiri, takut ditinggalkan, takut kehilangan, dan rasa takut lainnya. Namun, jika kita bisa mencintai yang satu ini dengan sepenuh hati maka hidup kita akan merasakan ketenteraman. Dia tidak lain adalah Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Ketika kita berdzikir (mengingat) Dia maka bukan kegalauan yang mendera, melainkan sebuah ketenteraman batin yang menyejukkan.

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d : 11)

Mahabbah (cinta) kepada Allah adalah cinta yang paling indah, namun sekaligus yang paling sulit, karena kita sebagai manusia biasa terkadang lebih mencintai sesuatu yang bisa dilihat dan diraba dengan panca indera. Bahkan seringnya kita ingat kepada Allah hanya ketika sedang ditimpa musibah saja atau ketika sedang merana meratapi kesendirian. Di saat-saat seperti itu, hati kita cenderung untuk kembali pada-Nya karena ternyata diri kita merindukan cinta dan kekuatan dari Dzat yang maha segala-galanya.

Kita tidak boleh ingat Allah hanya di saat susah saja. Kita juga tidak pantas menyatakan cinta pada-Nya hanya ketika kita sedang menyendiri dalam penantian cinta yang melelahkan. Kita harus menjadikan cinta kita kepada Allah SWT sebagai cinta yang teragung; cinta yang terdahsyat di setiap hembusan nafas kita. Kita memang bukan malaikat, sehingga kita tentu pernah atau sering berbuat salah dan dosa. Namun, kita tidak boleh berputus asa dari rahmat-Nya karena selalu ada kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri selama jantung kita masih berdetak dan darah kita masig mengalir menelusuri pembuluh darah.

Cinta yang tidak akan kecewa adalah cinta kepada Sang Pemilik Cinta, sebagaimana Bimbo mendendangkan lagunya dengan sangat indah, “Aku jauh…, engkau jauh. Aku dekat…, engkau dekat. Hati adalah cermin, tempat pahala dan dosa bertarung…”

Tidak Hanya Sekedar Cinta

Apakah mencintai Sang Khaliq sedemikian mudahnya, seperti ketika kita menyatakan cinta pada orang yang kita kasihi? Ternyata tidak semudah itu. Untuk membuktikan cinta kita kepada Sang Khaliq, Allah SWT, kita harus menjadi hamba yang bertaqwa; yang menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala laranngan-Nya sebagaimana yang dicontohkan Nabi dan Rasul-nya, Muhammad SAW.

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31)

Untuk itu, kita harus meletakkan prioritas cinta kita yang selanjutnya kepada Rasulullah, yang telah membebaskan ummat ini dari jaman jahiliyah yang gelap gulita sehingga sekarang kita bisa hidup dengan berlimpah nikmat, terutama nikmat iman dan Islam. Meneladani Rasulullah adalah jalan yang harus kita tempuh jika kita ingin mendapat cintanya Allah atau jika kita benar-benar mencintai Allah. Jadi, tidak sekedar ucapan cinta belaka.

Sayangnya di jaman modern seperti sekarang ini, kita sering salah kaprah. Kita meniru dan mengidolakan seseorang yang bukan pada tempatnya. Bukannya mengidolakan Nabi Muhammad, namun justru mengidolakan tokoh fiktif seperti Spiderman, Superman, Batman, X-men, dan lain-lain. Ada juga yang mengidolakan artis, penyanyi, bintang film dan lain-lain yang mana mereka tidak membawa perbaikan terhadap akhlak dan kecerdasan spiritual seseorang. Sehingga bukannya pencerahan yang mereka dapatkan, namun justru semakin jauh dari Tuhannya.

Kita patut bersyukur karena kita masih ditakdirkan Allah berjumpa dengan bulan suci Ramadhan tahun ini, saat di mana kita sepantasnya melakukan introspeksi diri, sejauh mana kita telah berusaha menjadi hamba Allah SWT yang pantas dicintai dan sejauh mana kita berusaha meneladani Rasulullah SAW dalam segala segi kehidupan. Bukankah selama ini yang kita kejar dan lebih kita utamakan adalah cinta manusia, nilai akademik, harta, karier, jabatan, dan sebagainya yang mungkin justru membuat kita semakin jauh dari Sang Pencipta.

Jika sekarang kita sudah menemukan cinta yang pernah hilang, semoga cinta itu tidak akan pernah pergi lagi. Dan cinta itu bisa terus tumbuh dan bermekaran… menghiasai bulan diturunkannya Al Quran, di malam yang lebih mulia dari seribu bulan… dan menjadikan cinta kita kepada kekasih, istri, suami, keluarga, sahabat, dan semua makhluk di bumi ini sebagai bentuk/manifestasi cinta kita kepada Sang Pemilik Cinta Sejati, Allah Azza wa Jalla.

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1429 H. Semoga dengan gemblengan di bulan suci ini, kita bisa bermetamorfosis menjadi pribadi yang bertaqwa dan berakhlak mulia.

Salam cinta dari hati!


0 komentar

Posting Komentar